Jumat, 22 Mei 2015

Kesurupan? Ada apa?

Berbagai media Indonesia telah membahas masalah kesurupan. Memang kesurupan merupakan sesuatu yang sudah lazim terjadi di Indonesia. Meski hal ini sering dikait-kaitkan dengan sesuatu yang mistis, namun ternyata beberapa ahli memiliki pendapat lain dari sudut pandang ilmu pengetahuan.
Dalam bahasa Inggris kesurupan disebut trance atau demonic (spirits) possession adalah suatu masalah kejiwaan seperti Dissociative Identity Disorder,schizophrenia, epilepsi, Tourette's Syndrome, mania, histeria, psychosis dan aneka masalah kejiwaan yang lainnya. 
Kabar dari Merdeka.com menjelaskan jika, Susan Blackmore, seorang psikolog mengungkap jika, orang-orang yang hidup di pada lingkungan religius akan lebih mudah mengait-ngaitkan hal tersebut dengan keberadaan makhluk halus atau kekuatan tak kasat mata. 
Blackmore bahkan memiliki bukti tentang kesurupan yang ternyata bukan dikarenakan oleh makhluk halus, melainkan karena akibat psikis. Dari permasalahan psikis tersebut dapat dipecah-pecah menjadi banyak kajian contohnya, faktor kelelahan, tekanan pikiran, trauma dan banyak lagi.
Akan tetapi, rekan sejawat Blackmore, William J. Baldwin, Ph.D mengnalisa bahwa ada perbedaan antara Dissociative Identity Disorder (DID) yang selalu dikait-kaitkan dengan kesurupan dan Spirit Possession Disorder (SPD). Menurut Baldwin, DID lebih ke permasalahan atau trauma yang dialami pada masa kecil seseorang dan SPD adalah seputar makhluk halus.
Baldwin pada bukunya pernah menjelaskan jika keberadaan makhluk halus sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan upaya pengusirannya yang biasa disebut exorcist juga sudah dilakukan puluhan tahun lalu.
Selanjutnya, Merdeka.com juga menerangkan seorang peneliti dari Happy Science mengatakan jika makhluk halus itu memang ada. Dikarenakan makhluk halus tersebut hanya mengetahui seperti apa yang mereka rasakan ketika masih hidup dan mereka masih memiliki keinginan seperti manusia pada umumnya, seperti makanan, uang, kekuatan atau juga seks, maka makhluk ini menguasai tubuh manusia yang memiliki kesamaan gelombang otak dan emosinya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Sampai sekarang, hal ini memang masih menjadi rancangan pro dan kontra. Meski semua sama memiliki bukti yang kuat, tapi kepercayaan tentu masih ada pada pelakunya. 

Kamis, 21 Mei 2015



Kunci Murah Rezeki

Baru saja  istriku bercerita tentang ibunya yang menitipkan uang kepada saudaranya untuk disampaikan kepada seseorang. Namun  titipan uang tersebut   tidak disampaikan. Padahal sebenarnya uang titipan  tidak seberapa  banyak.

Setelah mendengar cerita  dari istriku, aku merenung:  sebetulnya betapa mudahnya kita kehilangan harga diri, kepercayaan, rezeki dll karena  kita tidak bisa dipercaya atau tidak amanat. 

Tidak bisa dipercaya atau tidak amanat, bermakna hilangnya rezeki, harga diri dan kehormatan diri. Bagaimana logikanya tidak bisa dipercaya kok menjauhkan rezeki? Jelas! Pasti! Karena, sebenarnya mertuaku juga ingin berbagi dengan  saudaraku yang dititipi uang. Namun  karena ketidakamantannya mertuaku   malas berbagi dengan seseorang yang tidak bisa dipercaya.

Kesimpulannya jelas, bila kita ingin lebih bahagia, tenteram, dan murah rezeki kita harus bisa dipercaya, bisa diandalkan dan bersifat amanah. Salam sukses sejati.

Senin, 18 Mei 2015

Belajar Menjadi Pendidik Sejati

Belajar menjadi pendidik. Kita saat ini sedang atau akan menjadi orang tua. Kita  secara otomatis, peran kita adalah sebagai pendidik, guru atau  juga ustadz untuk anak-anak kita, adik-adik kita. Secara  teori, menjadi pendidik  mudah untuk dibicarakan, bahwa tugas  pendidik  ya mendidik.

Namun dalam kenyataanya di antara kita ada yang cukup berhasil dalam mendidik, juga banyak yang mengalami kegagalan. Makanya, di sini aku juga merasa perlu belajar menjadi pendidik yang baik. Tugas sebagai pendidik harus belajar tiada henti agar menjadi pendidik sejatinya mendidik: menjadi sarana anak-anak meraih keselamatan di dunia dan di akherat.

Sebagai bahan refleksi diri sebagai pendidik, di sini kutulis berbagai tindakan yang harus dihindari sebagai pendidik:

- Tidak ramah
- Mudah marah
- Tidak  peduli
-Tidak suka belajar
- Tidak  bisa dipercaya
-Tidak suka memotivasi
- Tidak  bisa dipercaya
-Tidak layak  menjadi teladan
-Tidak suka mengharagai perbedaan  
- Sudah merasa benar dalam mendidik
-Suka  merendahkan anak/ peserta didik

-Suka  merendahkan anak/ peserta didik
-Suka membanding-bandingkan anak dengan orang lain

Semoga bermanfaat dan SALAM SUKSES SEJATI

Manusia Setengah Bahagia

Manusia yang mau benar-benar beryukur adalah manusia yang mulia. Bersyukur berarti hidup mujur. Mereka Insya Allah akan selalu hidup bahagia, karena jiwanya  dipenuhi rasa berterima kasih kepada yang Maha Kuasa,  tanpa membandingkan dengan kenikmatan yang Allah telah berikan kepada orang lain. Kenikmatan yang  diterima manusia  sunguh tak mampu dihitung oleh manusia.
Namun, di antara manusia yang mau bersyukur secara istiqomah, ada di  antaranya yang terkadang  melupakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Manusia yang hanya   mau bersyukur secara tidak konsisten, bisa disebut manusia setengah bahagia.
Manusia setengah bahagia memiliki ciri-ciri sbb:
 Pertama, sekecil apa pun nikmat akan mudah dilupakannya.
Kedua, sering lupa  memuji Allah SWT 
Ketiga, sering lupa untuk  berterima kasih kepada orang yang menjadi jalan nikmat bagi dirinya; 
Keempat, atas segala nikmat- nikmat yang diterimanya., tidak dijadikan modal untuk  mendekat kepada Allah.
Semoga tulisan di  atas memotivasi kita untuk menjadi manusia yang full bahagia karena mau bersyukur. SALAM SUKSES SEJATI.